sugeng rawuh

ajar ngonceki lelakoning uripku

Kamis, 30 Oktober 2008

PRESIDEN


Sekarang ini para calon Presiden mulai bermunculan, entah dari kalangan apa.
Tapi seandainya saja(namanya saja "andai" jadi kalo gak jadi ya gak apa-apa) kalo Den mas'e GISRUN ini yang memang statusnya sebagai "PUNAKAWAN" ini mau mencalonkan diri, menurut panjenengan sedaya bagaimana?
Pantaskah....................?
(siapa tahu saja, wong Petruk saja sebagai anggota PUNAKAWAN juga pernah jadi RATU)

Rabu, 29 Oktober 2008

Raja Presiden

Heeee……Dab, jare Njeng Sultan arep maju nyalonke Presiden yo…………?

Wah.Seneng tenan aku dadi sapa ngerti suk yen pancene kepilih Presidene awake dhewe Raja. Sapa ngerti bisa ngayomi rakyate kaya dene ing wilayah Keratone.

Ning, umpama sido dadi tenan trus Keratone sing ngendi? Neng ibu kota utawa tetep ing Keraton sing lawas?

Ning kabeh kuwi ora dadi ngopo, sing baku pemilu ngarep muga-muga bisa dadi pemilu sing resik, JURDIL jarene wong-wong, lan bisa nukulake calon pemimpin sing wasis, wicaksana, lan ngerti opo sing dikarepake rakyat.

Siji maneh kanggoku bisa migatekake wong cilik lan tansah ngayomi.

Piye maneh pancen yo PUNAKAWAN dadi angen-angenku yo mung samono, ora bisa sing neko-neko,

Lan kagem sinten mawon ingkang dados ing pemilu ngajeng kulo suwun ke-IKHLASANipun mimpin negeri menika, kulo kaliyan kadhang-kadhang PUNAKAWAN tansah mbiyantu dedongo mugi-mugi negeri menika dadoso negeri ingkang “GEMAH RIPAH LOH JINAWI”

Nggilani



Yooo.... tembung sepisanan sing metu teko pikiran mesti tembung kuwi.............?
opo mergo papan panggonane sing mesti ono ing sampah, utawa ing papan sing reged!nagngin opo mesti laler kuwi reged.............................................?

Selasa, 28 Oktober 2008

tegese huruf jawa

Tulisan ning ngisor iki asale pancen dudu duwekku, nanging aku ora niat dadi pembajak, aku mung pengin ben tulisan iki saya tambah akeh maneh sing moco, sakliyane aku dewe yo seneng.
Ora lali aku matur suwus banget karo Sederek sing gawe tulisan iki.
MONGGO INGGAL-INGGAL DI SEMAK


Aksara Hanacaraka sebagai Pemandu Spiritual
Prawacana dari makna Aksara Hanacaraka oleh Sultan Paku Buwana IX

Almarhum Pujangga Kraton Surakarta Hadiningrat Raden Ngabei Yasadipura,
mengemukakan ajaran Sultan Paku Buwana IX mengenai aksara Hanacaraka dan
dimulai dengan tembang kinanthi, yang terjemahan bebasnya sebagai
berikut:

Tidak kurang pelajaran; bagi orang tanah Jawa; dalam melakoni kehidupan;
Apabila mau melakoni; makna aksara Jawa; dianggap sebagai Guru Sejati.



Makna huruf

Ha Hana hurip wening suci - adanya hidup adalah kehendak dari yang Maha
Suci

Na Nur candra,gaib candra,warsitaning candra - Harapan manusia hanya
selalu ke sinar Ilahi

Ca Cipta wening, cipta mandulu, cipta dadi - satu arah dan tujuan pada
Yang Maha Tunggal

Ra Rasaingsun handulusih - rasa cinta sejatiku muncul dari cinta kasih

Ka Karsaningsun memayu hayuning bawana - hasratku memperindah alam
semesta



Da Dumadining dzat kang tanpa winangenan - hidup memang demikian adanya

Ta Tatas, tutus, titis, titi lan wibawa – holistik: mendasar, total,
tepat, teliti dan bermakna

Sa Sifat ingsun handulu sifatullah – sifatku seperti sifat kasih
Tuhan

Wa Wujud hana tan kena kinira - wujud ada namun tak bisa diperkirakan

La Lir handaya paseban jati – mengalir semata pada tuntunan Ilahi



Pa Papan kang tanpa kiblat - Hakekat Allah yang ada disegala arah

Dha Dhuwur wekasane endek wiwitane – akhirnya di atas awalnya di
bawah

Ja Jumbuhing kawula lan Gusti - menyatu dengan Tuhan

Ya Yakin marang samubarang tumindak kang dumadi - yakin atas kodrat
Ilahi

Nya Nyata tanpa mata, ngerti tanpa diuruki - nyata tanpa indera, paham
tanpa diajari



Ma Madep mantep manembah mring Ilahi – yakin, mantap dalam berbhakti
pada Ilahi

Ga Guru sejati sing muruki - belajar pada guru sejati

Ba Bayu sejati kang andalani - menyelaraskan diri pada gerak alam

Tha Tukul saka niat - dimulai dari niat

Nga Ngracut busananing manungso - melepaskan ego manusia



Penjelasan Bhagavad Gita

Buku Jnana Vahini sebagai penjelasan dari Bhagavad Gita menguraikan hal
berikut:

Maya, ilusi mempunyai kekuatan untuk:

1. menyembunyikan sifat dasar yang sejati dan

2. menimbulkan kesan yang keliru sehingga yang tidak nyata tampak
sebagai nyata.

Kedua hal tersebut membuat Brahman yang tunggal dan esa tampak sebagai:
jiwa, Iswara (Tuhan), dan alam semesta; tiga hal yang sesungguhnya hanya
satu! Kemampuan maya terpendam, tetapi bila menjadi nyata, ia akan
mengambil wujud manas, pikiran. Pada waktu itulah benih pohon yang besar
(yaitu alam semesta) mulai bertunas, menumbuhkan daun dorongan mental
(vasana) dan kesimpulan mental (sankalpa). Jadi, seluruh dunia objektif
ini hanya berkembang biak dari manas. Maya, ilusilah yang menimbulkan
khayal adanya jiwa, Iswara (Tuhan), dan alam semesta.

Dalam keadaan jaga dan mimpi ketiga hal ini tampak seakan-akan nyata.
Tetapi pada waktu tidur lelap atau pada waktu tidak sadar (misalnya
ketika pingsan), manas tidak bekerja dan karena itu ketiga hal tersebut
tidak ada! Fakta ini dialami oleh semua orang. Karena itu dapat dipahami
bahwa ketiga hal ini (jiwa, Iswara dan alam semesta) akan lenyap
selama-lamanya bila proses mental dimusnahkan melalui jnana, keberadaan
pengetahuan sejati. Kemudian manusia akan terlepas dari perbudakan pada
ketiga hal ini dan mengetahui eksistensi yang esa dan satu-satunya.
Sesungguhnya ia menetap dalam advaitha jnana, Keadaan Yang Esa. Hanya
jnana yang diperoleh dengan menganalisis proses mentallah yang dapat
mengakhiri maya. Vidya `pengetahuan atau penerangan batin'
melenyapkan maya. Segera setelah maya dihancurkan oleh vidya, vidya pun
berakhir. Pepohonan-maya dan api-vidya semuanya musnah bila api telah
menyelesaikan pekerjaannya. Jnana adalah hasil akhir, dicapainya
kekosongan, keseimbangan, dan kedamaian yang sempurna.



Sebuah pandangan pribadi

Makna huruf Aksara Jawa ajaran Sultan Paku Buwana IX di atas adalah
Vidya, atau pengetahuan batin untuk melenyapkan maya, ilusi yang telah
membuat jiwa, Iswara dan alam semesta nampak terpisah. Makna huruf
Aksara Jawa tersebut merupakan laku, pemahaman yang diwujudkan dalam
tindakan luar sehari-hari dan afirmasi, mantra, keyakinan yang
diresapkan ke dalam bawah sadar untuk merubah diri dari dalam, menuju
jumbuhing kawula-Gusti, penyatuan, yoga.

Ha-Na-Ca-Ra-Ka, ada Utusan, yang berwujud pengetahuan sejati, Vidya.
Da-Ta-Sa-Wa-La, Utusan yang jujur, tidak berdusta, tidak pernah
mengelak, penerang, cahaya Ilahi. Pa-Dha-Ja-Ya-Nya, pada saat manusia,
si penerima utusan meningkatkan kesadarannya melalui vidya dan mencapai
tingkat yang sama dengan Pengutusnya, Kesadaran Murni. Terjadilah Jnana,
Jumbuh kawula Gusti, persatuan antara hamba dengan Kesadaran Murni.
Ma-Ga-Ba-Tha-Nga, manas, ego telah menjadi jasad. Diri telah bersatu
dengan Kesadaran Murni. Manusia asal katanya dari manas (pikiran) dan
Isha (Yang Tunggal), ketika manas ditaklukkan tinggallah Yang Tunggal.
La Illa ha Illallah. Tidak ada yang lain selain Allah.

Triwidodo

September 2008.

sumber: http://www.oneearthmedia.net/ind/?p=205#comment-42

Nguri-uri budaya Jawi

http://bornjavanese.blogspot.com/2008/03/wisanggeni-gugat-mp3-wayang-ki-hadi.html

Mutilasi........................

Di dalam bus mayasari ditemukan potongan mayat yang katannya korban mutilasi! Ada apa dengan Negara kita tercinta ini, hingga bisa tega orang-orangnya berbuat yang seperti itu, apakah karena keadaan Negara kita yang katanya memprihatinkan atau rakyat kita yang sudah kehilangan pegangan hingga bisa berbuat sampai diluar kendali.

Jika saja kita bisa melihat kebelakang, tentu kita akan malu melihat para pejuang yang rela mengorbankan nyawa demi sebuah tanah air tercinta kita ini. Dan sekarang kita yang sudah merasakan hasil dari perjuangan mereka justru menyia-nyiakan dengan kelakuan kita dan tingkah kita.

Seperti seorang ibu rumah tangga yang dengan sengaja membunuh dan memotong-motong tubuh suaminya sendiri, kejam, sadis, dll. Itu mungkin yang akan kita ucapkan kala kita mendengar berita itu, namun jika kita coba mendengarkan lagi lebih lanjut, kenapa ibu itu tega menghabisi suaminya sendiri, katanya sosok ibu begitu lembut, penuh kasih, dan yang lebih lagi istri itu adalah ma’mun dari sang suami yang kata orang Jawa istri itu “swarga nunut neraka katut” atau surga ikut neraka juga nurut, jadi surga atau neraka tergantung sang suami, jika istri itu menjadi ma’mum yang baik maka dia akan masuk surga dan sebaliknya? Tapi jika kita lihat lagi katanya karena sang suami sudah tidak bisa menjadi Imam lagi didalam rumah tangganya hingga ibu itu menjadi tega untuk membunuh dan memutilasinya. Sebut saja katanya sang suami juga pernah memperkosa anak angkatnya dari istri pertamanya dulu, itu hanya sebagian kecil dari kelakuan-kelakuan bejat sang suami.

Jadi mana yang salah dan mana yang benar?

Yang salah tentu ya suami-istri itu yang telah berbuat salah yang bertentangan dengan agamanya masing-masing, dan yang benar?

Yang benar, kita kembalikan saja dalam diri kita masing-masing apakah kita sudah benar menjadi istri yang baik atau kita sudah benar menjadi suami yang baik contohnya bagaimana……….?

Gampang, kita kembalikan lagi pada Agama atau kepercayaan kita masing-masing apakah tindakan kita selama ini sudah sesuai dengan yang diajarkan atau belum.

SATU LAGI, JADILAH DIRI KITA SENDIRI GAK USAH MENJADI ORANG LAIN.

BBM turun................BBM .........................


Waaahhhhhhhhh........................ tenan ora yo, Dab?
yen BBM sido mudhun tenan yo uuuaaapiiiiikkkkk tuenan kuwi, yo wis sak mestine ngucapke syukur lan matur suwun marang Pak Presiden SBY.
Ning ojo-ojo iki kampanye? kan sedhelo maneh pilihan presiden, mugo-mugo wae rencana iki enggal kaleksanan dadi rakyat ora nemen-nemen sorone............................Amin
Kanggoku embuh kuwi kampanye, opo pancen bener-bener tulusing ati gak dadi masalah, sing tak masalahke kapan aku lan konco-konco sing isih nganggur bisa makaryo dadi ndang bisa nggowo mulih anak'e pak naip, selak gak kuwat......................ngempet!!!!!!
Syukkur-syukur maneh Pak Presiden SBY bisa golekne/mecahne masalah pengangguran sing isih numpuk ing bumi Nusantara iki........Mugi-mugi ngih, Pak?
Eeeeeeeeeeee sopo ngerti Petruk bisa dadi Ratu?
Jenenge wae punakawan, bisane yo mung nyuwun, ndedongomugi-mugi,.............
Matur suwun...........................................
(ning ojo sampe' nglarani punakawan, disedhakne kualat)

Minggu, 26 Oktober 2008

Refresing

1. http://lintasbayang.blogspot.com/
2. http://beritadotcom.blogspot.com/2007/11/resensi-film-indonesia-pulau-hantu.html

Sekar

Falsafah kupu-kupu


Ini hanya sebuah gambaran tentang bagaimana kita bisa mengambil atau menyerap apa yang ada di sekitar kita untuk kita jadikan pelajaran. Dimana kita telah melihat metamorfosa kupu-kupu yang lengkap, kita harus bisa merubah keadaan menjadi lebih baik lagi dari hari kemarin, karena manusia diwajibkan berusaha meskipun Tuhan selalu memberi yang terbaik untuk kita. Dengan begitu kita bisa menjadi manusia yang berguna untuk siapa saja(jika kita bisa merubah keadaan kita dari yang tadinya buruk menjadi lebih baik)

Pendakian Lawu 3264 Dpal

Malam itu, aku masih nongkrong di “angkringa (biasa tempa favoritku) Lik Man” bersama teman” yang rencananya akan mendaki di puncak gunung lawu. Kami sengaja gak tidur untuk berjuaga-jaga kalo-kalo ketinggalan kereta(maklum anak kost kan kalo dah tidur susah bangunnya). Dan pagi akhirnya datang juga dengan kereta PRAMEX(Prambanan Express) aku dengan 7 teman yang lain mulai naik menuju kota Solo, setelah sampai stasiun balapan kita berjalan menuju terminal Titonadi dan dari situ kita naik bis menuju Tawang Mangu, dari Tawang Mangu naik Truk hingga Cemoro Sewu “pintu gerbang Gunung Lawu.

Pos 1, Pos 2 dan Pos 3 terlewati hingga kami menuju Pos 4 dimana teman-teman sudah mulai kelihatan letih, tapi dengan semangat kami terus menuju puncak yang akhirnya kami memutuskan untuk membuat kamp di Harho dumilah sambil melepaskan letih setelah seharian berjalan dan jam 2 pagi aku dan Londa(temanku) sudah gak sabar menunggu sun rise di puncaknya dan kesempatan itu tak sia-sia setelah sun rise datang moment yang tak bias dilupakan bersama teman” saat kebersamaan menjadi sebuah cerita ………………………………………………………………………………………………

Mungkn suatu saat bias terulang kembali

(Al, Om, Riksan, Wan”londo”, Wan 2, Pit, Brindil’s, Muri)

Lawu masih berdiri kokoh kapan kita bisa mendaki lagi ?

Foto kapan-kapan up-loadnya, sabar………………

Angkringanne LIK MAN

Tempat yang paling popular di Jogja bersama teman-teman dulu adalah Angkringan Lik Man tempatnya di sebelah utara stasiun tugu Jogja, disana mungkin kamu hanya bias menjumpai menu seperti angkringan” yang lain tapi keistimewaan disini tempatnya yang nyaman juga pemiliknya “Lik Man” yang berasal dari Bayat, Klaten yang katanya merupakan keturunan dari pendiri angkringan yang sekarang begitu popular di daerah Jogja dan sekitarnya.

Bukan hanya anak-anak sekolah/kuliahan saja yang mampir ditempat’e Lik Man tapi sejumlah artis dan tokoh juga sering kita jumpai sedang nongkrong di tempat itu, sebut saja salah satunya Butet Kertarajasa, Djaduk Ferianto, Emha ainun Nadjib, Bondan Nusantara hingga Marwoto, dll.

Dan untuk semua teman-teman yang sekarang entah dimana tempatnya mungkin juga merindukan suasana seperti dulu saat” hidup di “bumi Sang Raja”

Salam untuk semua(yang dulu menempati kost ’94-bumijo)

SEMAR MBANGUN KAHYANGAN

Tentu kita sering mendengar tentang sebuah lakon wayang yang berbunyi “Semar mbangun khayangan” apa sebenarnya kok Sang Semar ”Hyang Ismaya” perlu untuk mbangun khayangan……..?
Yang saya tahu adalah semar ingin memberikan contoh tentang kewajiban kita sebagai manusia untuk mbangun khayangan atau membentuk jati diri kita atau membangun akhlak kita menjadi manusia yang sempurna( yang bisa mencapai PENCERAHAN ) meskipun kesempurnaan itu hanya milik Allah, di sini saya tidak bermaksut menyamakan kesempurnaan antara kita dan DIA namun hanya meminjam kata saja.
Atau orang jawa bilang “ Manunggaling Kawula Gusti “ lalu bagaimana cara kita mbangun khayangan………………………..?
Ini adalah contoh yang nyata yang saat ini sedang kita jalani Khususnya dalam bulan Ramadhan ini kita bisa memulai mbangun khayangan dengan berpuasa ramadhan (Islam)
Dan buat yang beragama lain masih banyak lagi contoh yang bisa diambil yang intinya adalah berbuat kebaikan serta menjalankan kewajiban sesuai agama yang diyakininya, mungkin ini adalah contoh kecil dari apa yang bisa kita lakukan untuk mbangun khayangan seperti halnnya semar.
Yang lebih penting lagi Semar yang punya jabatan Dewa masih perlu untuk mbangun khayangan apalagi kita yang manusia biasa………………………….
Rak yo ngono tho, DAB……………………..?
Nuwun

SEMEDI

Ana ing kasusastraan jawa kerep tinemu lan keprungu tetembungan semadhi. Tembung “semedhi” utawa “semadhi” iku asale saka basa Sanskrit “Samadhi” kang darbe teges : “ Ameleng meneping angen-angen lan weninging cipta”. Yen manut basa “paguron” Semadhi iku sinebut “patrap“. Mula papan Paguron banjur karan “patrapan”
Semedhi iku kayadene patrap angelengake cipta, ameleng rumeseping puja tumanem trusing angen-angen kang wus menep. Asas Semedhi, manut Kramer kang kapacak ing majalah “DJAWA” IV taun 1924, patrapan uga kaya kang sinebut jroning piwulang “YOGA”.
“Yoga” iku basa Hindu kuno, Uga tembung Sanskrit. Kawruh Yoga ngandut piwulang limang prakara baku, yaiku :
 “PANGELENGAN” (concentration = Pemusatan)
 “MUKSA” (kang ateges ora kasat mata = ilang)
 “PAMUDHARAN” (deliverance = kelepasan)
 “NIRWANA” utawa “NIRBANA” (kang ateges jumbuh utawa padha = langgeng)
 “KEWALYA” utawa “SEWALDA” (kang ateges suci utawa murni).

Patrap iku werdine sinengker marang ancas “mulih ing mulo-mulanira” kang sejati kanthi sempurna. Suci murni kaya rikala during dumadi, isish awujud wiji.
Jiwa kang darbe budi tansah marsudi marang kawicaksanan lan kasampurnan. Pakartine mawa sinurung weninging piker kanthi atarak jujur lan murni. Pakarti iku ateges nguwali dhirine saka reruwet kang ngreridhu angen-angen lan pikiran.
“De redelijke ziel streft steeds naar wijsheid en goedheid, vilmaking welke allen te bereiken zijn door vrome asce se en zuiver denken, waardoor ze vzn het stoffelijke lichaam verlost wordt” mangkono ujare De Boer ing bukune “De Wijsbegeerte in de Islam”. (Cetakan Leiden, taun 1921)
Sawernaning pua serta sarupaning mantra ora ono paedahe lan pigunane, kalamun dirine isih tinutup ing reridhu lan kena dialang-alangi ing akal-budi lan kanepsone. Sajroning mangsah semedi tansah kaudi amrih dhirine uwal saka rangsanganing panggodha lan pepalang. Gumelenging cipta gumolong marang Nirwana utawa Nirbana.
Semedhi, patrape sarwa linatih mawa “Ngeningake Cipta”. Tegese “meleng” lan “ngelengake cipta”. Sucining piker lan weninging angen-angen kagemblengake sawiji, manunggal lan jiwa-pribadine kalawan alam kang gumelar (alam semesta), sarana nandukake :
 Gemblenging tekad kang sawiji (konsentrasi)
 Meleng marang kejatening kapribaden (meditasi)

Manut ceramahe J. Krishnamurti ing London tgl. 23 Oktober 1994, kang kajarwakake dening Sri Sadana, maknane “meditasi” iku sawijining pakarti nglelatih dhiri ngungak jatining sifat pribadine dhewe utawa pangawikn pribadi( “Het wezen” utawa “exeistence essence”)
Meditasi ora ateges tapa-brata. Pakartine among memageri “ AKU”-ne pribadi, misah ngoncati bebrayaningaurip lan nyingkur kadonyan. Meditasi minangka kawitaning semedi, ambuka jatining cipta lan angen-angen, kepingin nyedaki lan ngrawuhi pribadining pribadi (self-knowledge).
Konsentrasi lan meditasi iku masesa mangreh cipta lan angen-angen, kalamun katindakake tanpa kendhat pamardine kadiya ngayahi ing wajib, kena kaanggep kayadene nandukake “Sembah Kalbu” utawa “Sembah Cipta“. Cipta lan angen-angen makarti angesthi Gusti Kang Maha Suci. Jiwa “AKU”-ne pribadi linebur manunggal kalawan jiwaning alam kang gumelar.
Kahanan iku, manut kasusastran jawa sinebut “Jumbuhing Kawula-Gusti”, ya “Curiga Manjing Warangka” utawa “Wor-winoring Loro-loroning Atunggal”. Yen ono ing buku “Der weg zum selbst” Weton S.Graveland taun 1948, anggitane Heinrich Zimmer, manut jarwane C.G. Jung lan M.de Man, ana ing kasusastran Walanda sinebut kayadene kahanan “Verlost”, “Her zelf” utawa “Bevrijding”.
Ana ing alam Nirwana kena den arani samubarange wus manunggal gembleng asifat Universil. Ngrasa nanging ora karasa lan ora ngalami apa-apa (beleven). Yen manut filsafah Hindu kasebut “ Yogicwara”. Swasana urip kang sampurna. Manut panjenengane Bapak Imam Martosoepadmo, semedi iku uga diarani “Nyuwung” utawa “Nglowong” maknaning tembung iku ateges ing lair lan ing batine wis “ora makarti opo-opo maneh”, kayadene “ mati sjroning urip” utawa “urip sajroning mati”. Kahanan iki yen manut kawruh “kejawen” sinebut kayadene “Alam Sunyoruri” ya kahanan “ Tan Ono” utawa “Makripating-makripat”. Si “Karep” wis tan ngagas lan si “is tan mikir maneh, karana kang kaesti jiwa ln ciptane wis manunggal tunggal kalawan alam kang gumelar. Kang ateges “jagad cilik” ya jagading manungsa (microcosmos) wis manunggal gembleng tunggal lawan “jagad agung” (macrocosmos=seluruh semesta alam). Ya kahanan mangkono iku sinebut “Kinemot-kamoting driya”.
Dadi cethane manungsa (kawula) kang kepingin nyedaki utawa amor marang Gusti (Tuhan YME), sadurunge luwih dhisik sesuci jiwa lan ragane, ya jasmani, yo rohanine, kanthi mepes Sapta Inderane.
Gagasan iku kaya jumbuh karo lakon ning pawayangan kang kababar manut pakeming pedhalangan. Lakon wayang iku yektine kinarya pasemon sesinglon sinengker jroning swasana ke-tasyawuf-an (mystiek). Lakuning semedi kababar ing padhalangan mawa lakon “Dewa Ruci” utawa “Bima Suci”. Carita gegambaran pepenginanw Bima kang darbe idham-idhaman golek banyu suci “Tirta perwita sari”, kang sejatining winadi.
Jroning lakon kagambarake kepriye Bima anggone nyingkirake saliring pepalang kang ngalang-ngalangi lakune. Anempuh sawernaning pacoban amrih kasembadan sedyana, ngungak wewadining ngaurip, ngawuningani apa kang sinebut “Sangkan paraning dumadi”. Jroning lakon kababar sarupaning pacoban, minangka pandadar anteping tekad ameper akal budi, sajroning ngupadi “tirta perwita sari”. Kang sepisan sarana kawujudake perange sang Bima lumawan buta loro sakembaran Rukmuka lan Rukmakala, ing gunung Condromuka. Buta loro nemahi lena, sirna badhar sejatining wujud bathara Indra lan Bathara Bayu.
“Tirta Perwita Sari” kang di idham-idhamake Bima, pranyata ora tinemu jroning alas Tikbrasara iku. Pandadar coba ning ngaurip kang kapindho, manut pituduhing gurune kang pinercaya Resi Durna, tinempuh Bima ana dhasaring samodra kidul. Tanpa rasa was sumelang marang pringga bayaning laku, sang Bima ngracut nyawijeake kekuataning batin (geestelijke essence), tanpa mandek tumoleh anggebyur segara. Aluning samudra kang gumulung sak gunung anakan katempuh wani.
Ana telengin samodra lya sang Bima pinapag Nemburnawa, yaiku ula naga kang saglugu gedhene. Naga rakseksa iku anggulet saranduning badan, nyandhet lakune Bima, satemah dadi perang. Cangkeming naga kasuwek dening Bima, wadhuke kena kacubles ing kuku pancanaka, Nemburnawa mati sanalika.
Paciban pandadaring tekad kang tumanduk matumpuk-tumpuk, maneka warna silih gumanti iku sasmitaning pepalang kang kudu siningkirake tumrap kang lagi mangsah ing semedi. Matine ula Neburnawa iku minangka sasmita pasemon pisahing sesambungan kang wekasan karo swasananing alam kadonyan(dunia fana). Pratandha wis bisa uwal saka kungkungan jagading kadonyan. “AKU”-ne kang sejati manjelma marang maknawining pribadi. Neburnawa uga sinebut Nabatnawa, jejuluk Rajapanulah. Ya rajapanulak kang tunggu banyu suci kauripan jroning samodra-laya. Sasirnane Naga Nemburnawa, anggane Bima ngalumpruk kaya koncatandaya kekuwatane, ginulung kaombang-ambingake ing alun, kabentur ing padhas, meh nemahi tiwas jroning alam antara ning eling lan lali, ono cahyo mabncorong manter sak sodo lanang. Ilange cahya wujud bocah bajang iku sejatine panjalmaning Dewa Ruci, kang mrepegi sapangarepane
Swasana iku kena katafsirake kaya dene wis sumurup marang asal “Sangkan paraning dumadi” kang dadi ancas ing semedi. Bisa sinebut wis entuk kasampurnan, karana wis nemokake gurune kang sejati jroning kalbu pribadine. Swasana iku kawujudake ana ing adegan ketemune Bima karo Dewa Ruci ana dhasaring samodra.
Jroning adegan kasebut, sang “AKU” ya sang Bima dhewe, lagi mawas dhiri pribadi, ya kang sinebut “ATI-AKU”ne, wujuding sang Dewa Ruci. Kang ateges wis entuk pepadhang, jroning semadine kanthi mepes panca-driyane “tetep aneng eling”. Awas lan waspada sajeroning “pramana”
Tatap muka patemoning Bima karo Dewa Ruci, pasemon sasmita “jumbuhing Kawulo-Gusti”, Mangejawantahing Dewa Ruci mrepegi sang Bima, iku pelambang “Wor winoring loro-lorone atunggal”. Dene werdining ukara “kinemot kamoting driya” iku kelakone sang Bima manjing jroning kalbu, lumebu saka bolonganing kuping kiwa, sawise nampa “jatining pitedah” sang dewa Ruci. Bima mijil saka telenging samodra, dadi sawijining pasemon pamudaring semedi, Prayoganing semedi wos wose katindakake kanthi “toto” sarwa “titi” lan “tentrem” jiwane

“TOTO” lir dhirine kalatih sarwa ajeg mungguh papan lan wayahe. Anggladhi “lelana ing laladan kang sepi” Anyepi “tepining jalanadi”

“TITI” lire angeleng angen-angen ngesthi gemblenging cipta. Angen-angen ora kenal uwal saka kang ka-esthi, ciptane ora nalisir saka gegayuhan. Pikire lan ngunggar kayun, angayem-ayem pangayomaning kayun, kang ora mokal bakal ngrendheti laku utawa ngendheg pangudine manages mring “adiling Hyang Manon”, kang ateges gagal semadine.

“TENTREM” marang “kehenengan” angen-angen menep. Ciptane angeleng sawiji marang kang asifat luhur. Kang kacipta jroning angen-angen among katentremang kang sarwa sampurna.
Jroning kalbu ngumandhang swara ning batin kang winuwus marambah-rambah, wola-wali pamintaning katentreman ngayom swasana ayem.
Tembunge : “Aku ngayom ayeming swasana katentreman jroning kahanan suwung awang-uwung, sepa-sepi iki. Muga binukaa ing pepadhang mawas pribadiku pribadi, sepi ing pamrih”. Kaucapake ing batin kayadene “ritus”, tata caraning kebaktian Agama. Ritus tembunge manca “Rite”(kerkgebruik). Ana ing kawruh “ kejawen” Hening, Heling, Hawas, utawa “Heneng-Henong”, kacekak “Ning-Nong”, ya “makripaing makripat” mungguhing piwulang Agama Islam kang ateges “kehenengan”
“kehenengan” iku sasmitaning swasana luhur tataraning katentreman. Manut panemune Martin Kocj, tataran katentreman kang luhur iku ora liya ya bakuning jiwa-raga manungsa kangsejati(basic condition). Karana jatining ayem lan katentreman wus rumesep kanthi sempurna. Sinebut “Kehenengan” karana kahanane wis lerem, sejahtera. Pikir tan makarti. Angen-angen tan nggagas tan kandheg pineksa ing karep. Wis “tan iko-iki”. Ciptane awas ing pangawikan. Bakune semedi kena den arani tanpa sirikan. Patraping jasmani makerya ing wajib serta prasaja. Lelambaran tekad marsudi santosaning budi, pakarti kang utama. Rokhanine makarti ngudi katentremaning jiwa. Amepes hardening kanepson. Ubaling angkara kasirep. Kang den esthi among sumungkem pangayomaning Gusti Kang Maha Suci.
Arahing cipta anggayuh luhuring pri badi, sarana mawas mring “Sangkan paraning dumadi”

Nuwun…………….